Saturday, January 30, 2010

cinta yang agung

CINTA yang AGUNG
Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan MASIH peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu MASIH bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku
turut berbahagia untukmu’

Apabila cinta tidak berhasil…BEBASKAN dirimu…
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas LAGI ..
Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..
tapi..ketika cinta itu mati..kamu TIDAK perlu mati
bersamanya…

Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu
menang..MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh

Monday, January 04, 2010

BOLEHKAH JAKSA MENGAJUKAN P.K.?

Apakah jaksa boleh mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK)? Ahir-akhir ini tidak sedikit kasus dimana jaksa mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Marilah kita lihat bagaimanakah menurut sistem hukumnya yang berlaku?
Pasal 263 (1) KUHAP berbunyi bahwa “terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung”. Bunyi pasal tersebut bagi awam sangat sumir: “terhukum atau ahli warisnya”. Memang merekalah yang berkepentingan, jaksa sama sekali tidak disebut di dalam pasal tersebut. Dikecualikan ialah putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan, yang berarti bahwa putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan, tidak dapat dimohonkan peninjauan kembali. Apakah karena tidak disebut dalam pasal tersebut jaksa boleh mengajukan permohonan peninjauan kembali?
Apakah kalau suatu peristiwa itu tidak diatur atau tidak disebutkan dalam undang-undang berarti peristiwa itu dibolehkan? Karena jaksa tidak disebut dalam pasal tersebut apakah itu berarti bahwa jaksa dibolehkan mengajukan permohonan peninjauan kembali? Apakah justru sebaliknya, karena tidak diatur atau disebutkan maka berarti dilarang?
Kalau suatu peristiwa tidak diatur atau tidak disebut dalam undang-undang kita cenderung menafsirkan “tidak ada larangan” jadi “dibolehkan”. Tetapi sebaliknya kita dapat berpendapat karena tidak disebut maka “dilarang”. tidak sesederhana itulah menafsirkannya. Tidak sesederhana itulah jawabannya. Kita harus melihat undang-undang sebagai suatu sistem, sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari pasal-pasal.

Dalam membaca atau menafsirkan suatu pasal dalam undang-undang maka pasal tersebut harus diletakkan dalam proporsinya. Pasal yang bersangkutan harus ditempatkan dalam sistem, jangan dikeluarkan dari sistem atau undang-undang yang bersangkutan dan diteropong tersendiri lepas dari pasal-pasal lain dalam undang-undang yang bersangkutan. Sebab suatu pasal dalam satu undang-undang merupakan kesatuan dengan pasal-pasal lain dalam undang-undang tersebut. Sebuah undang-undang merupakan suatu sistem, merupakan suatu kesatuan, sehingga merupakan kesatuan dengan pasal-pasal lain dalam undang-undang yang bersangkutan. Dengan demikian setiap pasal dalam suatu undang-undang mempunyai kaitan atau hubungan dengan pasal-pasal lain dalam undang-undang tersebut dan tidak terpisahkan satu sama lain.
Pasal 263 (1) KUHAP tersebut memang bagi awam kurang tegas, tetapi tidak boleh/dapat disalahtafsirkan, karena di samping Pasal 263 (1) KUHAP tersebut masih ada pasal lain dalam KUHAP yaitu Pasal 266 (3) yang berbunyi bahwa “Bahwa yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.” Putusan peninjauan kembali tidak boleh lebih berat dari pada putusan kasasinya. Ini berarti bahwa jaksa dalam tingkat peninjauan kembali nanti tidak boleh menuntut lebih berat dari putusan kasasinya.
Pertanyaannya ialah apakah jaksa dalam permohonan peninjauan kembali nanti akan mengajukan tuntutan yang sama atau bahkan kurang dari putusan kasasinya? Kalau jaksa akan menuntut sama dengan putusan kasasinya apakah itu tidak berarti membuang-buang waktu, tenaga atau mencari kerjaan?. Kalau jaksa akan menuntut kurang dari putusan kasasinya apa itu tidak berarti bertentangan dengan tuntutan dalam kasasinya?
Jadi kalau suatu peristiwa konkret tidak ada peraturan yang mengaturnya, maka tidak dengan sendirinya peristiwa konkret itu dibolehkan atau dilarang, tetapi harus diteliti lebih lanjut apakah peristiwa konkret itu bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum atau tidak. Kalau tidak, untuk apa dilarang, sedangkan kalau bertentangan sudah selayaknya dilarang.
Ini merupakan penemuan hukum (menemukan hukumnya karena hukumnya tidak jelas atau tidak lengkap), tetapi penemuan hukum itu ada metodenya, ada aturannya, tidak sekedar atau asal mengadakan penerobosan: nrobos sana nrobos sini mencari enaknya, mencari untungnya. Lebih-lebih dalam hukum pidana penemuan hukum tidak sebebas dalam hukum perdata. Kepentingan para pihak atau terdakwa harus diperhatikan, sebab hukum adalah untuk melindungi kepentingan manusia. Baik ia terdakwa atau bukan.
Sebaiknya jaksa tidak bersikap terlalu agresif dan proaktif untuk menuntut kesalahan dan hukuman

Walaupun tugas jaksa adalah sebagai penuntut, tetapi kalau terdakwa terbukti di persidangan tidak bersalah ia harus jujur dan berani menuntut bebas. Tidak perlu malu atau "loosing face", sebab jaksapun harus mencari kebenaran dan keadilan.
Hukum memang harus ditegakkan, tetapi bukan seperti yang lazim kita dengar: “FIAT JUSTITIA ET PEREAT MUNDUS” yang berarti hukum harus ditegakkan meskipun dunia akan hancur, melainkan: ‘FIAT JUSTITIA NE PEREAT MUNDUS’ yang berarti bahwa hukum harus ditegakkan agar dunia tidak hancur.
MENURUT JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM, KEJAKSAAN MENANGANI PERKARA PEMBUNUHAN NASRUDIN "DENGAN HATI-HATI" PASALNYA PERKARANYA INI MENARIK PERHATIAN(berita dalam KOMPAS). Pertanyaan yang menggelitik: Kalau perkara itu tidak menarik perhatian apakah jaksa tidak akan serius menanganinya? Kasihan para pencari keadilan yang perkaranya kecil dan tidak menarik perhatian. Quo Vadis Reformasi Hukum?

ANALISIS ASPEK PSIKOLOGIS ANAK DALAM NOVEL A CHILD IT KARYA DAVE PELZER

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu, anak juga memiliki hak asasi manusia yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa di dunuia dan merupakan landasan bagi kemerdekaan, keadilan dan perdamaian diseluruh dunia. Diakui dalam masa pertumbuhan secara fisik dan mental, anak membutuhkan perawatan, perlindungan yang khusus, serta perlindungan hukum baik sebelum maupun sesudah lahir. Disamping itu, patut diakui bahwa keluarga merupakan lingkungan alami bagi pertumbuhan dan kesejahteraan anak. Dan bahwa untuk perkembangan kepribadian anak secara utuh dan serasi membutuhkan lingkungan keluarga yang bahagia, penuh kasih sayang dan pengertian. Negara Indonesia sebagai negara anggota PBB yang tidak menyatakan diri sebagai negara anggota PBB yang telah menyatakan diri sebagai negara pihak konvensi PBB tentang Hak Anak (convention on the rights of the chilid) sejak Agustus 1990, dengan demikian menyatakan keterkaitannya untuk menghormati dan menjamin hak anak tanpa diskriminasi dalam wilayah hukum Republik Indonesia. Dan diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Namun pada kenyataannya, masih banyak anak yang dilanggar haknya, dan menjadi korban dari berbagai bentuk tindak kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi bahkan tindakan yang tidak manusiawi terhadap anak, tanpa ia dapat melindungi dirinya, dan tanpa perlindungan yang memadai dari keluarganya, masyarakat, dan pemerintah.

Masalah kekerasan pada anak baik fisik maupun psikis yang terjadi di Indonesia memang sangat memprihatinkan. Dalam setiap kasus yang ada, mayoritas korbannya adalah anak-anak yang berusia di bawah 8 tahun. Hal ini banyak mengundang simpati masyarakat Indonesia. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komperhensif. Undang-undang ini melibatkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut :

a. Nondiskriminasi;

b. Kepentingan yang terbaik bagi anak;

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan

d. Penghargaan terhadap pendapat anak.

Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.

2. Identifikasi Masalah

Kekerasan fisik baik psikis pada anak dan kerawanan-kerawanan serta pelanggaran hak anak sudah saatnya menuntut perhatian semua pihak secara sungguh-sungguh, karena selain mengancam kelangsungan hidup, juga mengancam ketahanan sosial yang pada gilirannya berkembang menjadi ketahanan nasional sebagai suatu bangsa.

Masalah yang dapat diidentifikasi penulis sebagai berikut :

1. Mengapa kekerasan baik secara fisik maupun psikis pada anak diseluruh dunia semakin meningkat?

2. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kekerasan baik secara fisik maupun psikis pada anak?

3. Apakah dengan mengalami kekerasan fisik dan psikis pada anak dapat menimbulkan trauma yang berkepanjangan?

4. Dampak apa sajakah yang dapat terjadi pada anak, yang mengalami kekerasan baik secara fisik maupun psikis?

5. Langkah apa sajakah yang sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia khususnya, untuk menghentikan kekerasan baik fisik maupun psikis pada anak?

3. Fokus

Untuk meneliti seluruh identifikasi masalah di atas memerlukan suatu usaha dari peneliti, jika peneliti memiliki keterbatasan-keterbatasan kemampuan maka penelitian hanya akan dibatasi pada :

  1. Dampak apa sajakah yang dapat terjadi pada anak, yang mengalami kekerasan baik secara fisik maupun psikis?
  2. langkah apa saja yang sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia khususnya, untuk menghentikan kekerasan baik fisik maupun psikis pada anak?

Subfokus

Berdasarkan identifikasi masalah, batasan masalah yang telah ditulis di atas, maka penulis merumuskan masalahnya yaitu “Suatu Analisis Novel Dave Pelzer Psikologis Perkembangan Anak yang mengalami Kekerasan Baik Secara Fisik maupun Psikis”.

4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

  1. Untuk memeroleh bahan-bahan dan data yang berguna dalam penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kewajiban dalam menyelesaikan studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
  2. Berdasarkan penelitian ini diharapkan akan dapat menghasilkan hal-hal yang bermanfaat, yaitu :

a. Untuk memeroleh pengetahuan yang mendalam mengenai tindak kekerasan baik fisik maupun psikis pada anak

b. Untuk mengetahui dampak apa saja yang terjadi pada anak, yang mengalami kekerasan baik fisik maupun psikis.

5. Tinjaun Teori

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (1995 : 792) pengertian psikologis adalah berkenaan dengan psikologi dan bersifat kejiwaan. Jadi, psikologis anak adalah ilmu yang berkaitan dengan proses-proses mental baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku anak atau ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa pada anak.

Di indonesia kekerasan pada fisik maupun psikis yang terjadi pada anak semakin meningkat. Mencermati permasalahan anak yang membutuhkan perhatian yang serius dari semua pihak baik keluarga, atau prakarsa departemen sosial RI, Tokoh masyarakat, perguruan tinggi, organisasi non-pemerintah dan pemerintah, media massa dan kalangan profesi serta dukungan UNICEF pada tanggal 26 Oktober 1998 dibentuklah Komisi Nasional Perlindungan Anak. Bersamaan dibentuknya Komnas Perlindungan Anak, Forum Nasional memberikan mandat kepada Komnas perlindungan Anak untuk melakukan serangkaian kegiatan/program perlindungan anak termasuk memperkuat mekanisme nasional untuk mewujudkan situasi dari kondisi yang kondusif bagi perlindungan anak demi masa depan yang lebih baik. Program yang dimandatkan forum nasional tersebut adalah program pemantapan lembaga perlindungan anak, program pendidikan dan pelatihan, bantuan hukum dan konseling serta program penguatan kelembagaan/program kerja tehnis.

Diberlakukanya UU No. 32/2002 tentang perlindungan anak seolah menjadi anti klimaks dari banyak aktivis perlindungan anak. Padahal UU ini saja tidak cukup untuk menurunkan tingkat kejadian kekerasan pada anak. UU ini juga belum dapat diharapkan untuk mempunyai efek deteran karena belum banyak dikenal oleh aparat maupun masyarakat. Oleh karena itu, kekerasan terhadap anak akan tetap berlanjut dan jumlah kejadiannya tidak akan menurun karena sikon hidup saat ini sangat sulit dan kesulitan ekonomi akan memicu berbagai ketegangan dalam rumah tangga yang akan merugikan pihak-pihak yang paling lemah dalam keluarga itu. Anak adalah pihak yang paling lemah dibanding anggota keluarga yang lain.

6. Metode dan Teknik Penelitian

Untuk dapat mengetahui dan membahas suatu permasalahan maka diperlukan adanya pendekatan dengan mempergunakan metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah. Metode penelitian yang digunakan penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini dilakukan secra deskriptip analitis berupa penggambaran, penelaahan dan penganalisaan, metode ini memiliki tujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis, faktual serta akurat dari objek penelitian itu sendiri.

2. Jenis Data dan Variabel

Jenis data yang dikumpulkan berupa data yang bersifat kualitatif yang terdiri dari data sekunder. Data sekunder diambil dari membaca buku dan literatur lainnya yang terdiri atas :

a. Novel A Child called It, Karya Dave Pelzer.

b. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang dilengkapi dengan Kepres nomor 77 tahun 2003 tentang komisi nasional perlindungan anak.

c. Manhak pendidikan anak muslim.

d. Data dari internet.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Teknik observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap anak yang mengalami kekerasan baik fisik maupun psikis.

b. Teknik kepustakaan, yaitu dengan membaca buku yang berkaitan dan berhubungan dengan psikologis anak.

7. Data dan Sumber Data

Sesuai dengan masalah yang diselidiki dalam penelitian ini, maka yang menjadi sumber data adalah novel A Child Challed it yang penulis tetapkan sebagai data, dan sumber data dari penelitian ini adalah psikologis perkembangan anak yang mengalami kekerasan baik fisik maupun psikis.


SELAMAT TAHUN BARU 2010